Saat terakhir kali saya menulis di blog ini, saya yakin saya
sedang penuh kegalauan karena upcoming
wedding yang masih sebulan kedepan. Ck-ck-ck. Kalau saya pikir-pikir lagi,
sekarang saya malah heran. Kenapa ya pernikahan itu mesti membikin galau? Kambing
hitam yang popular pastilah ‘tekanan untuk mendapatkan momen yang sempurna’. Tapi
menurut saya sih akar masalahnya adalah ‘ketidak-mampuan untuk menyadari
realita’. Hah? Gila maksud lo?
Yaa hampir mirip, karena kesibukan menjelang pernikahan justru membuat saya melupakan
hal yang paling penting: Mengapa saya menikah (Menikah = Cinta = Cowok idaman
saya, helloo??)
Bukti dari pernyataan ini adalah: Sehari sebelum pesta, saya
malah terpekur bertanya-tanya kenapa perias belum juga menghubungi saya. Yang saya
khawatirkan adalah gimana kalau koordinasi-nya acak-acakan. Malam harinya saya
sulit memejamkan mata karena deg-degan dan sibuk merancang penampilan saya
besok. Serius, saya betul-betul mikir begitu. Saya bukannya mikir “Buset, besok
saya menikah dengan pria pujaan hati! I love him, I love him!” tapi malah:
“Buset, besok saya menikah, omigod-omigod, harus cepet-cepet tidur supaya muka
ga kuyu!” Kalau dipikir-pikir sekarang kelihatan banget tulul-nya.
In fact, saya baru tersadar bahwa saya bener-bener sedang menikahi
seseorang setelah buku nikah ditanda-tangani dan suami saya mencium kening
saya. Bledhar..! Saat itu saya disoriented, rada terkaget-kaget. “Eh, dia beneran
suami saya ya sekarang…? Sudah sah dan meyakinkan secara hukum…?” Daaaan, luar
biasanya lagi, saya baru bener-bener sadar bahwa pernikahan itu TENTANG KITA
justru setelah kami berduaan di kamar. *blush*
Saat saya sadar dia suami saya... |
Nah, saya kira saya sudah memetik pelajaran dari pengalaman
itu. Ternyata saya keliru.
Dua bulan kemudian saya hamil. Dan bisa ditebak,
saya meluncur lagi ke pola yang sama: kebingungan menyadari realita. :D
Alih-alih berbahagia dan mensyukuri apa yang sedang tumbuh dalam rahim, saya
justru jumpalitan ga karuan karena stress (tentu ga benar-benar jumpalitan, itu
hanya kiasan, hehe). Stress tentang apa coba?
Yak, benar sekali: Stres tentang masa depan, tentang
perkembangan janin, tentang apakah akan jadi ibu yang baik, tentang kapan
mengambil cuti, tentang apakah harus resign setelah melahirkan, tentang
seeemuuanya. Fiuh.. untungnya gejala kegilaan itu bersifat sementara. Bawaan
hamil? Ah, itu sih alibi. :D
Jadi, moral of this story is: Dalam situasi apapun,
berusahalah untuk tetap melihat ke intinya. Fokus pada reason-nya, syukuri dan nikmati perjalanannya.
Only then, you’ll be
alright. ;)
-Dinar Karani-
0 comments:
Posting Komentar