Overwhelming Anxiety

/ 13 Oktober 2011 /
Picture
Anxiety and Frustation - Dinar Karani
Saya adalah mahluk perencana. I just love and can't live without proper planning. Akhir-akhir ini saya merencanakan untuk menikah, dan itu mengonsumsi semua sumberdaya yang saya miliki, dan sumberdaya utama yang saya miliki adalah energi. Saya merencanakan segalanya, mulai dari proses lamaran sampai nanti ketika membeli rumah dan mobil pertama. Orang bilang, rencana saya sudah terlalu jauh. Tapi saya tidak mampu (atau mungkin tidak mau) untuk tidak memikirkannya.

Dan akhirnya saya frustasi sendiri karena banyak hal yang perlu saya tackle agar "rencana sempurna" saya bisa terlaksana.

Nah, yesterday morning, after a few drops of tears, I think that -maybe- the best way to stop worrying is to let go my power over the subject, by stop caring at all.

Kupikir, bukankah kita menjadi resah dan gundah karena kita peduli mengenai apa yang akan terjadi? Apakah itu berarti mengambil tindakan ekstrim -menjadi tidak peduli – adalah tindakan yang bijak untuk dilakukan?

Atau itu hanya self-defense mechanism agar saya tidak terus-terusan frustasi atau jatuh ke depresi? Jadi daripada depresi, lebih baik bilang “Ya sudah, I don't care, do whatever you want to do, let the end justify the means, and wake me up when it's all over.”

Is that the best way to overcome the fear? The tension? The overwhelming anxiety?


Untuk seorang perencana seperti saya, somehow, It doesn't feels right..


Do I really need to stop caring to stop worrying?
Does letting it flow means I don't care anymore?
Does that means I don't have to have a plan?


Ternyata jawabannya: Tidak.

Let it flow doesn't mean you let go of the plan and just go wherever the stream immerses you. Bukan demikian. "Let it Flow" adalah situasi setelah kita berusaha dan merencanakan dengan baik, lalu menyerahkan hasilnya kepada Allah, kepada Tuhan dengan berbesar hati.

Tuhan adalah sang Maha Rencana. Apa sih kesempurnaan rencana kita dibandingkan rencana Tuhan? Jangan sombong dan merasa rencana kita adalah rencana terbaik, karena Tuhan lebih tahu ketimbang kita.

Begitu kita menyadari, bahwa ada rencana yang lebih baik daripada rencana kita, kita menjadi lebih tenang dalam menjalani langkah-langkah menuju tujuan/manifestasi rencana kita. Kita menjadi Tawakal. Bukan berarti tidak peduli, karena kita memang tetap harus peduli. Hanya menjadi lebih tenang dengan pemikiran "I've done my part in the planning and the actions, now it is depend on Your decision, I surrender to Your Great Plan."

Dari sini saya jadi sadar, bahwa, konsep Sabar, dan Syukur, ternyata tidak bisa dipisahkan dengan konsep Tawakal. Oh, saya sudah mencoba untuk mempraktekkan konsep Sabar dan Syukur, tetapi tetap merasa resah dan gundah. Ternyata karena saya lupa kunci yang mengikat Sabar dan Syukur dalam satu kesatuan ini.

Coba lihat diagram dibawah ini.
Picture
Segitiga Emas Goal Setting - Dinar Indra
Hanya Sabar, tanpa Syukur, maka kita benar-benar tenggelam dalam keadaan, tanpa Goal Setting sama sekali. Hanya Syukur saja berarti kita hanya ingin maju terus dan tidak bisa menerima kegagalan. Hanya Sabar dan Syukur tanpa Tawakal, kamu akan mengalami apa yang saya alami di awal tulisan ini.

Bersama-sama, Sabar, Syukur dan Tawakal membentuk Segitiga Emas, yang jika kita pergunakan dengan baik dan selalu kita ingat dalam kehidupan, saya yakin kita bisa menjadi orang yang Well-Planned, tapi tetap bisa menikmati perjalanannya; Well-Planned, tapi Santai; Well-Planned sekaligus Go With the Flow.



Semoga Tuhan memberikan kita keberlimpahan ilmu dan kelapangan jiwa, untuk memahami bahwa Rencana-Nya selalu lebih baik.

0 comments:

Posting Komentar

Follow Me

blogger widget

Temanku

Popular Posts

Blog Hits

 
Copyright © 2010 Dinar Karani, All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger