Mengintip Jiwa

/ 13 Oktober 2011 /
Picture
Aku mengawali tulisan ini dengan mantra:
“Tuhan, ijinkan aku menulis.


Dan beginilah, kurasakan kata-kata mengalir dalam jiwaku, menghentak-hentak untuk menampakkan dirinya.



Sudah lama aku tidak menulis. Sudah sangat lama. Dan jari-jari kaku-ku mungkin kartu identitas terbaik dari keterbengkalaian itu (yang menjadi kaku dan gemuk). Padahal aku menulis bukan karena aku mampu. Aku menulis karena aku harus, karena aku butuh. Jika lalai, aku mendapati diriku merasa sendu, tak ada arti, bimbang, dan tak nyata.


Aku Menulis, maka Aku Ada.


Bila Descartes bersabda, “Aku Berpikir, maka Aku Ada”, maka sabdaku berbeda. Pikiranku melimpah-ruah, melayang-layang bebas, datang dan pergi sesuka hati. Bagaimana aku tahu aku Ada jika Pikiranku samar-samar dan esoterik? Maka mestilah ada Kata untuk membuatnya nyata.


Pikiranku harus dibuat nyata, jika aku ingin mengakui bahwa ia ada. Maka jari-jariku bekerja untuk membuat pikiran paling bodoh menjadi nyata. Lalu Aku terlahir kembali di dunia. Lewat mata yang baru lagi.


(Terimakasih Tuhan, Engkau telah mengijinkan hamba menulis. Meski singkat, hamba kini telah Nyata)

0 comments:

Posting Komentar

Follow Me

blogger widget

Temanku

Popular Posts

Blog Hits

 
Copyright © 2010 Dinar Karani, All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger