Sang Pemaaf

/ 13 Oktober 2011 /
Alkisah, seorang pemuda yang ibadahnya biasa-biasa saja, didaulat untuk masuk surga hanya karena tak pernah menyimpan dendam. Jika ada yang berbuat salah padanya, ia segera memaafkan. Indah nian jika setiap orang di dunia mampu meneladani si pemuda, dan menjadi golongan Sang Pemaaf.

Subhanallah. Menurut saya, Pemaaf adalah sifat Allah yang paling sulit untuk diteladani. Berapa keraspun saya berkata berulang-ulang “saya maafkan, saya maafkan”, dengan teknik-teknik self-hypnosis yang saya pelajari, atau dengan mencoba berempati, emosi negatif itu masih saja berkecamuk dalam hati saya.

Saya merasa, memaafkan adalah teknik hidup yang perlu disiplin berpuluh tahun hingga seseorang bisa menguasainya. Seperti Rasulullah, yang hanya berkeringat dahinya saat marah.

Topik inilah yang saya bawa ke Kajian Senin Kamis perusahaan terkeren sejagad raya, Shafira Corporation, kamis tadi. Saat itu keadaan saya persis, sedang mengalami gejolak emosi, karena tersentil oleh omongan orang lain (yang saya yakin, bahwa ia tidak bermaksud buruk).

Kismis sore itu dihadiri oleh cukup banyak jamaah, yang ternyata memiliki kesulitan yang mirip-mirip dengan saya. Dan akhirnya, diskusi yang semestinya hanya 7 menit, menjadi molor lebih dari 10 menit. Tapi tentu, dengan kesimpulan yang luar biasa mencerahkan.

Berikut saya paparkan, Sang Pemaaf...

Sang Pemaaf

Picture
Kita semua tahu, dan acap kali membaca, bahwa saat kita menyimpan dendam justru kitalah yang dirugikan. Energi kita terbuang, waktu kita tersia-sia, dan yang paling penting, orang yang kita benci tidak merasakan apapun. Kita pun menjadi lelah. Jadi, tidak ada manfaat apapun saat kita marah. Satu.

Ketika seseorang merasa marah, fokusnya adalah pada orang yang menyakiti atau pada perbuatannya. Rekaman kejadian itu berulang terus di kepala seperti seseorang menekan tombol reply. Indefinitely. Kompor emosi kita terus dibakar, dibumbui terus dalam setiap sekuen rekamannya.

Maka, marilah kita contoh apa yang dilakukan oleh Rasulullah saat beliau marah: mengalihkan fokus dari Dia/Mereka dan Perbuatannya, kepada Saya dan Tuhan. Saat Rasulullah marah, beliau malah berdoa kepada Allah, untuk mengampuni orang itu dan mengampuni dirinya sendiri. Beliau menjadi lebih sibuk berdoa ketimbang memikirkan pendzoliman orang. Alihkan fokusnya, ke Kita dan Tuhan. Dua.



"Barangsiapa menahan marah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, maka di hari kiamat Allah akan memenuhi hatinya dengan keridhaan." - Al-Hadist

Saat Allah menciptakan manusia, Ia menitipkan Kasih (Rahman) dan Sayang (Rohiim) pada manusia, melalui hati mereka. Meski tak akan sempurna, tugas kita adalah memelihara hati yang dititipkan Allah. Bangunlah hati yang penuh maaf, hingga meski sebaskom dendam tumpah kedalamnya, tak akan berpengaruh pada samudera maaf kita. Allah telah Mengasihi kita, maka kasihilah orang lain. Tiga.


“… dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nuur, 24:22)

Picture
http://niltimbadia.blogspot.com/2011/01/breathe-in-breathe-out.html

Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Asy-Syura ayat 43 :

“Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan sesungguhnya
[perbuatan] yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.”

0 comments:

Posting Komentar

Follow Me

blogger widget

Temanku

Popular Posts

Blog Hits

 
Copyright © 2010 Dinar Karani, All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger