Sepertinya saya ini
obsesif kompulsif. Entah karena mentalitas instan, atau memang kerja
otak yang radial, saya cenderung memikirkan segala sesuatu yang belum
terjadi. Ego saya menyebutnya 'Perencanaan terbaik', tapi pikiran
jernih saya sih bilang ini 'Khayalan yang kekanak-kanakan'.
Kenapa?
Karena saya merencanakan
segala sesuatu terlalu jauh
dan terlalu lebar.
Jika saya memikirkan isu A, dengan segera otak saya merambah A1, A2, A3, sampai An. Setelah itu, jika A1 terjadi, maka AA, AB, AC, AD, sampai An. Teruuuuuss, sampai saya termehek-mehek di F105.
Jika saya memikirkan isu A, dengan segera otak saya merambah A1, A2, A3, sampai An. Setelah itu, jika A1 terjadi, maka AA, AB, AC, AD, sampai An. Teruuuuuss, sampai saya termehek-mehek di F105.
Mengingkari
pinsip SMART (Specific, Measurable, Attainable, Realistic, Timely),
pikiran saya merancang jauh kedepan, membentuk realita yang ingin
saya miliki atau mungkin saya temui di masa yang akan datang.
Bukannya berfokus pada bagaimana
cara mencapainya,
saya berfokus pada apa
yang saya rasakan
saat hal itu datang -jika memang datang.
Contohnya:
Januari 2012 insya Allah saya akan menikah. Nah, menikahnya saja
belum, saya sudah deg-degan dan khawatir saya harus berhadapan dengan
remaja (anak saya) dan pria paruh baya yang senewen (suami saya),
terus bagaimana saya harus menghadapi keluarga jika ternyata ada
masalah dalam perkawinan saya (konflik kepentingan). Belum apa-apa
saya sudah lelah. Bukan proses kreatifnya saja (menciptakan suatu
khayalan itu kreatif lho), tapi karena saya merangkul emosi-emosi
yang seharusnya baru dirasakan oleh saya di 'masa depan'.
Calon
suami saya bilang, saya menghabiskan energi untuk sesuatu yang belum
pasti terjadi. Teman-teman saya yang baik pun menasehati untuk tidak
terlalu banyak mikir, karena semakin banyak kita berpikir buruk
semakin mungkin itu terjadi. Saya selalu
tahu mereka benar, tapi selalu
saya tepis dengan berkata 'ah,
apa salahnya berencana.'
Illusion
of Control
Kenapa
saya senang berkhayal? Setelah membiarkan otak saya mengambil alih secara radial, saya pun terantuk pada sebuah kesadaran: Saya berkhayal karena saya manusia lemah.
Ya, saya manusia lemah yang tidak dapat mengontrol apapun. Hidup mati saya, setiap detik yang saya jalani, kesempatan-kesempatan yang mengetuk jendela. Saya tak punya kontrol atas itu semua.
Kelemahan ini mendorong saya untuk 'berusaha mengontrol' hidup saya, demi memberi semangat dan rasa percaya diri terhadap langkah-langkah yang ingin saya ayunkan. Saya menghayalkan apapun yang bisa saya khayalkan, karena saya takut menyadari bahwa sejatinya saya tak memiliki kontrol atas apapun didunia ini, atas siapapun, bahkan diri saya sendiri. Dalam bidang imaji, saya bebas menciptakan segalanya sesuai keinginan saya (atau yang paling tidak saya inginkan), saya pengontrol segalanya (meski akhirnya saya dikontrol oleh imaji itu, ironis).
'Rencana' alias khayalan yang saya buat atas hidup saya adalah ilusi bahwa saya memiliki kontrol atas kejadian dalam hidup ini.
Ilusi...
Bodoh sekali orang yang percaya pada ilusi. Ilusi mungkin dibuat untuk menyegarkan hati kita barang sesaat, seperti yang dilakukan oleh para ilusionist di televisi. Sekedar menghibur, karena semua orang tahu itu cuma ilusi.
That's it. Ilusi hanya boleh diciptakan dalam rangka penghiburan. Tidak kemudian dijunjung-junjung seolah-olah hal yang nyata. Saat saya menginvestasikan emosi dan kesehatan jiwa pada ilusi atas masa depan, saya pasti sudah gila! Karena ilusi itu ya ilusi, tidak nyata. Dan orang yang mengira ilusi adalah kenyataan sudah pasti terganggu kewarasannya!
Walah...
0 comments:
Posting Komentar