Mengenali Tanda-Tanda

/ 7 November 2011 /
Ketika Tuhan menciptakan dunia dan segala isinya, Ia tidak sedang bermain dadu. Tuhan memang bekerja dengan cara-cara yang tidak kita pahami, dan boleh jadi beberapa hal tidak akan pernah kita pahami. Namun percayalah, tiada ada satupun peristiwa yang kebetulan, karena segala urusan telah diatur sedemikian rupa. Setiap kisah hidup kita sudah tertulis dalam sebuah buku yang bercabang tak hingga.



Dulu, saya sering mendapati diri saya dalam keadaan bimbang, merasa terombang-ambing dalam aliran hidup yang entah akan membawa saya kemana. Saya seperti mengalir begitu saja dalam arus tenang itu. Terkadang saya ikuti alirannya. Terkadang saya membangkang dan mencari jalan sendiri.  Tapi pasti, jalan manapun yang saya pilih, saya tetap berada dalam aliran itu.

Ibu dan Ayah saya sering berpesan, "Ikutilah kata hati, karena ia tak pernah bohong.". Dulu saat saya masih remaja, saya sering bermain-main dengan ini. 


Sekali waktu saya mencoba-coba untuk merokok. Di kamar. Saya bawa sebatang rokok dan sekotak korek api persediaan Ibu. Hati saya berdebar-debar keras, tangan saya gemetar ketika mengambil korek api dari kotaknya. Tanpa bismillah (karena saya ragu itu dibolehkan), saya menjentikan batang korek itu. Korek api menyala-nyala membuat saya semakin ragu. Perlahan, saya bawa korek itu ke batang rokok yang terselip kikuk. pats! Api padam.
Saya mencoba lagi. Namun, lagi-lagi api padam. Saya tercenung, mencoba mencari jawaban rasional dari peristiwa ini. Apakah koreknya basah? tidak. Apakah ada angin dari luar? Tidak, jendela saya tutup rapat karena takut. Apakah terkena hembusan nafas saya? Tidak, saya menahan nafas saking tegangnya. 

Saat itu saya menjadi waspada, apakah ini pertanda dari Tuhan, bahwa saya tidak boleh merokok?

Saya -waktu itu 12 tahun- membulatkan tekad. Jika ini memang tanda dari Tuhan, maka korek api terakhir ini tetap tidak akan bertahan lama. Jika ini hanya ujian, maka yang ketiga ini harusnya bisa menyalakan rokok saya, dan akan saya hirup sampai habis!

Lalu, dengan perhatian penuh, saya nyalakan korek api ketiga. Saya tunggu agak lama. Sejauh ini tidak ada masalah. Lalu saya membawa korek itu ke batang rokok, kemudian pats!. Api padam lagi.

Saya tercekat! Dengan tergesa-gesa saya mencabik-cabik batang rokok itu, membuang segala ide tentang merokok. Ini pasti pertanda!

Setelah meredakan ketakutan saya, karena penasaran, laya coba menyalakan korek api lagi. Kali ini, api tidak padam sampai saya tiup.

Kali yang lain, saya yang berumur 14 tahun, labil ingin diakui teman sepermainan, nekat menepiskan dorongan hati untuk tidak merokok.  Kami berkumpul di rumah salah satu teman, sekelompok perempuan dan laki-laki, ngerumpi sambil merokok. Hasilnya, bukan saja saya tidak masuk kelas seminggu karena asma, tapi juga dituduh melakukan hal yang aneh-aneh saat berada di rumah itu. 

Lesson learned.


Sejak itu, tak terhitung berapa kali dalam hidup saya mendapati diri sedang bertarung dengan hati. Tidak selamanya saya memperturutkan bisikan hati saya, dan sering saya terhenyak ketika jatuh. Namun semakin banyak pengalaman saya tentang dunia, semakin saya belajar untuk mengenali tanda-tanda. 

Ketimbang bingung memilih jalan mana yang akan saya ambil, saya memilih untuk belajar mengosongkan hati dari egoisme, kesombongan, dan perasaan ingin dipuja agar bisa mengenali jalan mana yang diberi Tanda Ilahi.

Ini mengenai melihat dan mengenali tanda-tanda. Ini mengenai membebaskan hati dari dorongan-dorongan nafsu, dan melihat dunia apa adanya, secara ilahiah.

Karena Tuhan tidak menciptakan kita untuk mengatur urusan kita sendiri. Sebagaimana yang difirmankan-Nya:

"...Dia mengatur urusan (mahluk-Nya), dan menjelaskan tanda-tanda, agar kamu yakin akan pertemuan dengan Tuhanmu." (QS 13:2)


Tugas kita adalah beriman bahwa Dia benar mengatur seluruh urusan, DAN kemudian belajar memahami Tanda-Tanda yang Ia sebarkan dalam hidup kita. Tanda-tanda ini mungkin jelas, seperti yang saya alami saat 13 tahun. Mungkin juga lebih sendu dan tidak kentara.

Seringnya, Tanda yang kedua ini yang sering mampir. Mungkin karena mata spiritual saya tidak tajam. Mungkin karena hati saya tidak sejernih seharusnya.  

Tapi ada satu cara yang bisa saya bagi dalam mengenali Tanda Ilahi ini: Jika kamu dihadapkan pada pilihan, pertimbangkan dengan seluruh akal dan perasaan. Lalu berdasarkan pertimbangan terbaik, pilihlah satu jalan. Lalu rasakan, apakah jalan ini membuat hatimu jernih dan ringan? Selama hati menjadi jernih dan ringan, itulah jalan terbaik. Jalan yang Disinari.

"Jika kamu sudah memilih, lalu hatimu menjadi seringan kapas, dan pikiranmu sejernih mata air, maka itu pilihan yang terbaik."

Tentu, saya tidak bisa bilang hal ini bisa dipraktekan oleh semua manusia. Karena saya yakin, Tuhan berbicara pada makhluk-Nya secara pribadi, dengan cara yang unik bagi setiap individu. Mungkin cara ini hanya berguna bagi saya dan sebagian orang, sementara sebagian orang yang lain memiliki cara yang unik untuk dirinya sendiri.



Sampai saat ini, dalam usia yang genap 25 tahun, saya masih belajar untuk memahami tanda-tanda, untuk bergerak bersama aliran Hidup, untuk mensyukuri, untuk mengambil pelajaran.

(Happy birthday, my self, mari merenung dan membaikkan diri)


0 comments:

Posting Komentar

Follow Me

blogger widget

Temanku

Popular Posts

Blog Hits

 
Copyright © 2010 Dinar Karani, All rights reserved
Design by DZignine. Powered by Blogger